Saturday, May 17, 2008

kopi dan cangkir

Sekelompok alumni sebuah universitas terkemuka mengadakan reuni di
rumah salah seorang profesor favorit mereka yang dianggap paling bijak
dan layak didengarkan.

Satu jam pertama, seperti umumnya diskusi di acara reuni, diisi
dengan menceritakan (baca: membanggakan) prestasi di tempat kerja
masing-masing. Adu prestasi, adu posisi dan adu gengsi, tentunya pada
akhirnya bermuara pada berapa $ yang mereka punya dan kelola, mewarnai
acara kangen-kangenan ini.

Jam kedua mulai muncul guratan dahi yang menampilkan keadaan
sebenarnya. Hampir semua yang hadir sedang stres karena sebenarnya
pekerjaan, prestasi, kondisi ekonomi, keluarga dan situasi hati mereka
tak secerah apa yang mereka miliki dan duduki. Bahwa dolar mengalir
deras, adalah sebuah fakta yang terlihat dengan jelas dari mobil yang
mereka kendarai serta merek baju dan jam tangan yg mereka pakai. Namun
di lain pihak, mereka sebenarnya sedang dirundung masalah berat, yakni
kehilangan makna hidup. Di satu sisi mereka sukses meraih kekayaan, di
sisi lain mereka miskin dalam menikmati hidup dan kehidupan itu
sendiri. They have money but not life.

Sang profesor mendengarkan celotehan mereka sambil menyiapkan
seteko kopi hangat dan seperangkat cangkir. Ada yang terbuat dari
kristal yang mahal, ada yang dari keramik asli Cina oleh-oleh salah
seorang dari mereka, dan ada pula gelas dari plastik murahan untuk
perlengkapan perkemahan sederhana. "Serve yourself," kata profesor,
memecah kegerahan suasana. Semua mengambil cangkir dan kopi tanpa
menyadari bahwa sang profesor sedang melakukan kajian akademik
pengamatan perilaku, seperti layaknya seorang profesor yang senantiasa
memiliki arti dan makna dalam setiap tindakannya.

"Jika engkau perhatikan, kalian semua mengambil cangkir yang paling
mahal dan indah. Yang tertinggal hanya yang tampaknya kurang bagus dan
murahan. Mengambil yang terbaik dan menyisakan yang kurang baik adalah
sangat normal dan wajar. Namun, tahukah kalian bahwa inilah yang
menyebabkan kalian stres dan tidak dapat menikmati hidup?" sang
profesor memulai wejangannya. "Now consider this: life is the coffee,
and the jobs, money and position in society are the cups. They are
just tools to hold and contain life, and do not change the quality of
life. Sometimes, by concentrating only on the cup, we fail to enjoy
the coffee provided," kali ini kalimatnya mulai menekan hati. "So,
don't let the cups drive you, enjoy the coffee instead," demikian ia
berkata sambil mempersilakan mereka menikmati kopi bersama.

Sewaktu membaca e-mail yang dikirim rekan saya Ucup, begitu
panggilan akrabnya, saya ikut tertegun. Sesederhana itu rupanya.
Profesor yang bijak selalu membuat yang sulit jadi mudah, sedangkan
politikus selalu membuat yang mudah jadi sulit. Betapa banyak di
antara kita yang salah menyiasati hidup ini dengan memutarbalikkan
kopi dan cangkir. Tak jelas apa yang ingin kita nikmati, kopi yang
enak atau cangkir yang cantik.

Ada tiga tipe pekerja (baca: profesional dan pengusaha) yang sering
kita lihat dalam menyiasati kopi dan cangkir kehidupan ini.

Pertama, pekerja yang sibuk mengejar pekerjaan, jabatan yang
akhirnya hanya bertumpu pada kepemilikan jumlah dan kualitas cangkir
kehidupan. Paradigmanya sangat sederhana, semakin banyak cangkir yang
dipunyai, semakin bercahaya. Semakin bagus cangkir yang dimiliki akan
mengubah rasa kopi menjadi enak. Fokus hidup hanya untuk menghasilkan
kuantitas dan kualitas cangkir. Ini yang menyebabkan terus terjadinya
persaingan untuk menambah kepemilikan. Sukses diukur dengan seberapa
banyak dan bagus apa yang dimiliki. Kala yang lain bisa membeli mobil
mewah, ia pun terpacu mendapatkannya. Alhasil, tingkat stres menjadi
sangat tinggi dan tak ada waktu untuk membenahi kopi. Semua upaya
hanya untuk bagian luar, sedangkan bagian dalam semakin ketinggalan.

Kedua, pekerja yang menyadari bahwa kopinya ternyata pahit --
artinya hidup yang terasa hambar; penuh kepahitan, dengki dan dendam;
serta tak ada damai dan kebahagiaan -- mencoba menutupnya dengan
menyajikannya dalam cangkir yang lebih mahal lagi. Pikirannya juga
sangat mudah, kopi yang tidak enak akan terkurangi rasa tidak enaknya
dengan cangkir yang mahal. Rasa kurang dicintai rekan kerja,
dikompensasi dengan mengadopsi anak asuh dan angkat. Tak merasa
diperhatikan, dibungkus dengan memberikan perhatian pada korban gempa
di Yogyakarta. Tak menghiraukan lingkungan, ditutup halus dengan
program environmental development yang harus diresmikan pejabat
Kementerian Lingkungan Hidup. Tak memperhatikan orang lain dengan
tulus, dibalut dengan program community development yang wah. Kalau
tidak hati-hati, akan muncul pengusaha kaum Farisi yang munafik bagai
kubur bersih, tapi di dalamnya sebenarnya tulang tengkorak yang jelek
dan bau.

Ketiga, ada pula pekerja yang berkonsentrasi membenahi kopinya agar
lebih enak, semakin enak dan menjadi sangat enak. Tipe ini tak terlalu
pusing dengan penampilan cangkir. Pakaian yang mahal dan eksklusif tak
mampu membuat borok jadi sembuh. Makanan yang mahal tak selalu membuat
tubuh jadi sehat, malahan yang terjadi acap sebaliknya. Fokus pada
kehidupan dan hidup menyebabkan ia dapat santai menghadapi hari-hari
yang keras. Ia tak mau berkompromi dengan pekerjaan yang merusak
martabat, sikap dan kebiasaan. Menyuap yang terus-menerus dilakukan
hanya akan membuat dirinya tak mudah bersalah kala disuap. Fokus pada
kopi yang enak, membuat ia tak mudah menyerah pada tuntutan pekerjaan,
tekanan target penjualan yang mengontaminasi karakternya. Baginya, ini
adalah kebodohan yang tak pernah dapat dipulihkan.

Profesor yang lain pernah berpetuah, "Take no thought for your
life, what you shall eat or drink, nor your body what you shall put
on. Is not the life more than meat and the body than raiment?" Kalau
kita tidak sadar, kita bakal terjerembab: mengkhawatirkan cangkir
padahal seharusnya kita fokus pada kopi. Enjoy your coffee, my friend!

[Sumber:Tidak diketahui]

No comments:

Post a Comment

silakan tinggalkan komen anda,
belom punya akun google?
tenang!! anda tetep bisa kasih komen dg pilih sebagai anonymous/URL.
Don't forget to take your web URL...